Pornografi didefinisikan oleh Ernst dan
Seagle sebagai berikut: “Pornography is
any matter odd thing exhibiting or visually representing persons or animals
performing the sexual act, whatever normal or abnormal”. Pornografi adalah
berbagai bentuk atau sesuatu yang secara visual menghadirkan manusia atau hewan
yang melakukan tindakan sexual, baik secara normal ataupun abnormal. Peter Webb
sebagaimana dikutip oleh Rizal Mustansyir melengkapi definisi pornografi dengan
menambahkan bahwa pornografi itu terkait dengan obscenity (kecabulan) lebih daripada sekedar eroticism. Menurut Webb, mastrubasi dianggap semacam perayaan yang
berfungsi menyenangkan tubuh seseorang yang melakukannya. Kemudian dalam
perkembangan terbaru pornografi dipahami dalam tiga pengertian; Pertama,
kecabulan yang merendahkan derajat kaum wanita. Kedua, merosotnya kualitas
kehidupan yang erotis dalam gambar-gambar yang jorok, kosakata yang kasar, dan
humor yang vulgar. Ketiga, mengacu pada tingkah laku yang merusak yang terkait
dengan mental manusia.[2]
Pengertian pornografi menurut Black’s Law Dictionary
yang dikutif oleh Adami Chazawi dalam bukunya yang berjudul “Tindak Pidana
Pornografi”, menyatakan bahwa pornography,
n. material (such as writings, photographs, erotic movies) depicting sexual
activity or erotic behavior in a way that is designed to arouse sexual
excitment. pornography is protected speech under the first amendment unless it
is determinned to be leggaly obscene.[3]
Menurut Dadang Hawari, menyebutkan bahwa pornografi mengandung arti :
1. Penggambaran tingkah laku secara erotis dengan perbuatan atau usaha untuk
membangkitkan nafsu birahi, misalnya dengan pakaian merangsang.
2. Perbuatan atau sikap merangsang atau
dengan melakukan perbuatn seksual.
Sedangkan dalam Undang-undang No. 44
Tahun 2008 Tentang Pornografi, mendefinisiakn pornografi adalah gambar, sketsa,
ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun,
percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk
media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yang memuat kecabulan atau
ekploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat.[4]
Dalam Undang-undang pornografi terdapat pembatasan perihal pornografi yaitu
terdapat dalam Pasal 4 ayat (1) yang menyebutkan sebagai berikut :[5]
a. Persenggamaan, termasuk persenggamaan
yang menyimpang;
b. Kekerasan seksual
c. Mastrubasi atau onani
d. Ketelanjangan atau tampilan yang
mengesankan ketelanjangan
e. Alat kelamin, atau
f.
Pornografi anak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar