Istilah tindak pidana atau dikenal juga
dengan sebutan perbuatan pidana merupakan suatu istilah yuridis yang
menggambarkan sutau perbuatan yang dilarang dan diancam pidana, masih terjadi
perdebatan diantara para ahli mengenai penggunaan kedua istilah tersebut.
Menurut Prof. Moeljatno, istilah yang saat ini dipakai dalam hukum
pidana, yaitu “tindak pidana”. Istilah ini, karena tumbuhnya dari pihak Kementrian
Kehakiman, sering dipakai dalam perundang-undangan. Meskipun kata “tindak”
lebih pendek daripada “perbuatan” tapi “tindak” tidak menunjuk kepada hal yang
abstrak seperti perbuatan, tapi hanya menyatakan keadaan konkrit, sebagaimana
halnya dengan peristiwa dengan perbedaan bahwa tindak adalah kelakuan, tingkah
laku, gerak gerik atau sikap jasmani seseorang, hal mana lebih dikenal dalam
tindak tanduk, tindakan dan bertindak dan belakangan juga sering dipakai
“ditindak”. Oleh karena tindak sebagai kata tidak begitu dikenal, maka dalam
perundang-undangan yang menggunakan istilah tindak pidana baik dalam
pasal-pasalnya sendiri, maupun dalam penjelasannya hampir selalu dipakai pula
kata perbuatan.[1]
Wirjono Prodjodikoro memberikan definisi tindak pidana sebagai suatu
perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan pidana.[2]
Selanjutnya, Adami Chazawi, memberikan definisi tindak pidana adalah perbuatan
yang dilarang oleh undang-undang yang disertai ancaman pidana bagi siapa yang
melanggar larangan tersebut.[3]
Sedangkan Prof. Moeljatno dengan menggunakan istilah perbuatan pidana,
mendefinisikan perbuataan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu
aturan hukum larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana
tertentu, bagi barangsiapa melanggar larangan tersebut. dapat juga dikatakan
bahwa perbuatan pidana adalah perbuatan yang oleh suatu hukum dilarang dan
diancam pidana, asal saja dalam pada itu diingat bahwa larangan ditujukan
kepada perbuatan, (yaitu suatu keadaan atau kejadian yang ditimbulkan oleh
kelakuan orang), sedangkan ancaman pidana ditujukan kepada orang yang
menimbulkannya kejadian itu.[4]
Menurut Prof. Moeljatno, ada tiga unsur yang harus dipenuhi dalam
menentukan perbuatan pidana, yaitu :[5]
1) Adanya
perbuatan (manusia);
2) Memenuhi
rumusan dalam Undang-undang;
3) Bersifat
melawan hukum.
Prof. Sudarto, dalam bukunya yang berjudul Hukum Pidana I menyatakan
bahwa menurut D. Simon, Strafbaar Feit adalah
“een strafbaar gestelde, rechmatige, met
schuld verbard stande handeling van een toerkeningsvetbaar persoon” yang
unsur-unsurnya meliputi:[6]
1) Perbuatan
manusia (positif atau negatif,berbuat atau tidak berbuat atau membiarkan);
2) Diancam
dengan pidana (strafbaar gesteld);
3) Melawan
hukum (onrechtmatig);
4) Dilakukan
dengan kesalahan (met schuld in verban
stard);
5) Oleh
orang yang mampu bertanggungjawab (terekeningsvetbaar
person).
Dari beberapa pegertian diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
tindak pidana atau perbuatan pidana adalah merupakan suatu perbuatan yang
dilarang dan diancam dengan hukum pidana oleh peraturan perundang-undangan.
[1] Moeljatno, Azas-azas
Hukum Pidana, Bina Aksara, Jakarta,1985, Hlm. 55
[2] Soedarto, Hukum
Pidana I, Yayasan Soedarto FH – UNDIP, Semarang, 1990, Hlm. 42
[3] Adami Chazawi, Kejahatan
Terhadap Keamanan & Keselamatan Negara, PT. Raja Grafindo, Jakarta,
2002, Hlm. 1
[4] Op.cit Moeljatno, Azas-azas
Hukum Pidana, Hlm. 54
[5] Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Rineka
Cipta, Jakarta, 1993, hlm 58-63
[6] Op.cit., Hukum
Pidana I, Hlm. 40
Tidak ada komentar:
Posting Komentar